Pengalaman Investasi di P2P Lending Syariah
Beberapa bulan terakhir ini saya melakukan diversifikasi portofolio
investasi ke sebuah platform P2P Lending Syariah. Bagi yang belum tahu, P2P
Lending ialah penyelenggara layanan jasa keuangan yang mempertemukan pemberi
pinjaman (lender) dengan penerima pinjaman
(borrower) dalam rangka melakukan
perjanjian pinjam meminjam.
Sumber gambar: Investree
Di era digital sekarang semakin banyak fintech P2P Marketplace
yang mulai dikenal sebagai sebuah wadah untuk mempertemukan antara lender dengan borrower. Dengan demikian pembiayaan pinjamannya dapat dilakukan
secara crowdfunding atau dilakukan
secara kolektif oleh banyak lender serta dapat dilakukan dengan mudah untuk
membiayai suatu proyek. Saat ini jenis-jenis P2P Lending ada berbagai macam di antaranya
Invoice Financing, Modal Kerja (capex), Online Seller Financing, kredit mikro, dan masih banyak lagi.
Perkembangan Fintech P2P Lending
di Indonesia
Di Indonesia sendiri, perkembangan fintech
P2P Lending terbilang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dari tahun
2016 industri P2P Lending mulai dikenal oleh masyarakat dan terus bertumbuh.
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2020 tercatat
akumulasi penyaluran pinjaman P2P Lending mencapai Rp 106,06 trilyun. Nilai
tersebut tumbuh 186,54% dari tahun ke tahun (YoY) sejak April 2019 senilai Rp
37,01 triliun.
Perkembangan P2P Lending ini tentunya sangat membantu dalam mempermudah
dan mempercepat proses pembiyaan terutama untuk UMKM di Indonesia, sehingga
perekonomian dapat ikut bertumbuh. Dengan kemudahaan ini, P2P Lending dapat
menjangkau beragam kalangan UMKM sehingga memberikan dampak yang baik serta
inklusi keuangan yang lebih luas. Tentunya dengan pesatnya perkembangan P2P
Lending juga tetap diawasi oleh OJK sebagai lembaga yang melakukan pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan di Indonesia.
P2P Lending Syariah
Sementara untuk perkembangan P2P Lending Syariah di Indonesia juga mulai
bertumbuh pesat melalui berbagai platform P2P Lending Syariah diantaranya PT
Investree Radhika Jaya (Investree), PT Ammana Fintek Syariah (Ammana), PT Dana
Syariah Indonesia (Dana Syariah), PT Alami Fintek Sharia (Alami), dan masih
banyak lagi. Dalam pembiayaannya P2P Lending Syariah juga telah menyalurkan
pembiayaan yang tak sedikit sebagai contoh Alami telah menyalurkan sekitar 503
milyar, Ammana 331 milyar, serta Investree sekitar 6,6 trilyun. Dalam waktu
mendatang pasar P2P Lending Syariah akan terus bertumbuh seiring bertumbuhnya
keuangan syariah di Indonesia.
Dibandingkan dengan P2P Lending konvensional, P2P Lending Syariah
menawarkan bentuk akad yang berbeda, yaitu sebagai berikut
- Akad Al Qardh : Akad ini mewajibkan kepada orang yang menerima dana harus mengembalikannya
pada waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan agar si peminjam tetap bisa
memenuhi kebutuhannya.
- Akad Wakalah bil Ujrah : Akad ini menjadikan seseorang bisa
memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan tindakan atas nama pemberi kuasa
atau wakalah, yang nantinya ia bisa mendapatkan imbalan atau ujrah.
- Akad Mudharabah Muqayyadah : Dalam penerapannya ada 2 pihak yaitu pemilik
modal dan juga pengelola yang persentase pembagian keuntungannya nanti sudah
disepakati sejak awal, tetapi jika ada kerugian, yang menanggung adalah si
pemodal.
- Akad Musyarakah : Akad ini mengatur 2 pihak atau lebih bisa
berpartisipasi dalam melakukan suatu usaha tertentu dengan memberikan modal
untuk menjalankan pendanaan bersama, sementara untung ruginya akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan.
Selain itu mekanisme dan penggunaan akad dalam proses pembiyaan di P2P
Lending Syariah di Indonesia juga telah diatur dalam Fatwa DSN-MUI NO.
117/DSN-MUI/II/20118 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Berdasarkan Prinsip Syariah. Oleh sebab itu sudah jelas bukan, tidak perlu
diragukan lagi tentang prinsip syariah di dalam pembiayaan P2P Lending Syariah.
Di sisi lain, dalam nilai imbal hasilnya P2P Lending Syariah juga tidak kalah
bersaing dengan P2P konvensional yakni berkisar 13-15 persen per tahun.
Invoice Financing
Salah satu jenis pembiayaan yang sering ditawarkan di P2P Lending
Syariah ialah Invoice Financing atau pembiayaan
piutang. Dengan demikian jika pengusaha atau pemilik UMKM memiliki tagihan,
mereka dapat memberikan tagihan tersebut ke P2P untuk diberikan pinjaman selama
tenor tertentu dengan jaminan invoice.
Dana yang didapatkan digunakan untuk melancarkan operasional bisnisnya
seperti pembayaran gaji, sewa tempat, dan pembiayaan proyek. Sehingga Invoice Financing dapat membantu
pengusaha untuk mendapatkan fleksibilitas dalam mengelola arus kasnya.
Untuk menjaga resiko, fintech
P2P Lending tidak membiayai keseluruhan tagihan invoice, tetapi maksimum pembiayaan hanya 80% dari total tagihan. Lalu
fintech P2P juga memotong komisi 3% sampai
dengan 5% dari nilai pinjaman borrower,
sehingga dari 80% pembiayaan dipotong dulu komisi ke P2P, baru dicairkan ke borrower.
Resiko utama dari Invoice
Financing ialah payor atau pihak yang melunasi invoice tidak membayar tagihan ke peminjam, sehingga peminjam tidak
bisa membayar balik pinjaman ke P2P. Oleh sebab itu, sangat penting untuk
mengetahui bahwa payor ialah perusahaan yang jelas serta bonafide agar resiko
gagal bayar bisa ditekan seminim mungkin.
Berikut mekanisme Invoice
Financing dan akad yang berlangsung di salah satu platform P2P Lending
Syariah
- Penerima Pembiayaan (borrower) memiliki tagihan kepada klien/Payor (hubungan muamalah) yang menyebabkan borrower memiliki hak tagih dan mengelola dokumen.
- Borrower mengajukan permohonan kepada P2P untuk mencarikan pihak yang bersedia
memberikan jasa pengelolaan dokumen dan penagihan.
- P2P akan menawarkan kepada pendana pembiayaan (lender) untuk memberikan jasa penagihan dan pengelolaan dokumen yang mana atas hal ini akan diberikan suatu imbalan (akad wakalah bil ujrah)
- Lender mengkuasakan jasa yang seharusnya dijalankan oleh lender kepada P2P (akad wakalah)
- Selain memberikan jasa, lender juga memberikan pinjaman (akad al qard) kepada borrower
- P2P sebagai kuasa lender melakukan akad dengan borrower disertai dengan penerusan dana pinjaman dari lender.
Dari mekanisme tersebut, ujrah yang timbul merupakan hak dari pemberi
pembiayaan (lender), atas jasa
penagihan dan pengelolaan dokumen yang sebelumnya diwakilkan kepada P2P.
Pengalaman Investasi di P2P
Lending Syariah
Dari pengalaman saya investasi di P2P Lending Syariah, ini bisa jadi
pilihan yang cocok untuk investasi jangka pendek maupun jangka panjang,
pasalnya tenor yang diberikan berkisar 1-6 bulan dengan imbal hasil yang telah
ditetapkan sejak awal.
Misalnya suatu pembiayaan menawarkan imbal hasil 15% p.a, maka untuk
tenor 3 bulan pendana bisa mendapatkan imbal hasil 3.75%, lumayan bukan. Bila
dibandingkan dengan reksadana pasar uang atau deposito tentunya imbal hasil P2P
Lending masih jauh lebih menarik, walaupun dengan resiko yang lebih tinggi.
Namun menurut saya penting sekali untuk melakukan diversifikasi
pembiyaan dalam P2P Lending, misalnya bila memiliki dana 20 juta sebaiknya
ditempatkan ke minimal 5 pembiayaan berbeda sehingga masing-masing 4 juta untuk
meminimalisir resiko. Jangan sampai kita lengah walaupun secara historis suatu
pembiayaan terbukti selalu tepat waktu, akan tetapi resiko pasti tetap ada yang
mungkin di luar perkiraan kita.
Selamat berinvestasi dan jangan lupa diversifikasi!
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete