Ulasan Buku “Dinamika Islam di Indonesia” : Tantangan Rasionalitas dalam Dunia Islam Masa Kini



Buku karangan M. Rusli Karim ini terbit pertama kali pada tahun 1985. Buku ini menyajikan suatu tinjauan sosial dan politik masyarakat Islam Indonesia di kala itu. Walaupun buku ini mengkaji suatu tinjauan di era yang lalu, namun cukup banyak hal yang masih relevan dengan kondisi masyarakat Islam saat ini.
Zaman moderen ini kita dihadapkan kenyataan bahwa arus perkembangan pemikiran yang mengiringi kehidupan moderen semakin meningkat. Rasionalitas yang melekat pada otak manusia ditandai dengan “rasa ingin tahu” serta mempertanyakan sesuatu juga semakin tidak terbendung. Hal ini berkat senjata ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah memperluas cakrawala pemikiran manusia sehingga mempertinggi daya jangkau rasionalitasnya. Dalam situasi seperti inilah, agama tidak terlepas dari gugatan rasio manusia. Agama mengalami ujian berat, yakni berhadapan dengan berbagai kecenderungan baru, yang dalam banyak hal seakan-akan menggoyahkan eksistensi agama.
Keadaan seperti di atas lebih tepatnya disebut “ketegangan” antara agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam konteks ini kita berbicara secara makro, yakni melihat Islam dalam arti agama yang melibatkan manusia dengan segala atributnya. Muhammad Rasyid Ridla secara tegas mengatakan bahwa berbarengan dengan kemajuan ilmu-ilmu yang bersifat materi dan terlena menikmati hasil ilmu pengetahuan, dewasa ini manusia semakin mundur bertolak belakang dalam hal moral dan sopan santun.
KIta juga menghadapi bersamaan dengan pengaruh pertumbuhan peradaban manusia moderen, maka semakin terlihat terjadinya pergeseran nilai-nilai di dalam masyarakat. Dominasi peradaban Barat terhadap negara-negara berkembang membuat masyarakatnya terpengaruh dengan segala apa yang datang dari Barat. Pengaruh yang mana pada mulanya diawali dengan merenggangnya ikatan kekeluargaan, semakin rasionalitasnya manusia, semakin menjunjung nilai materi dan lambat laun mempersempit ruang gerak keagamaan. Dari sinilah agama mulai terasing dari masyarakat, ajaran agama dipandang sebagai pembelenggu kemerdekaan dan penghambat kreativitas, terutama pada lapisan-lapisan masyarkat tertentu. Apa yang melanda “anak muda” di kota-kota besar dan bahkan ada juga di pedesaan, menunjukkan betapa kuatnya nilai-nilai asing tersebut mempengaruhi
Abdul Qodir Audah dalam bukunya “Islam di Tengah Kedangkalan Pemeluk dan Sarjananya” melukiskan keadaan Islam sekarang sebagai berikut :
“Sesungguhnya sebagian besar orang Islam telah kehilangan kekuasaan, kemuliaan dan kehormatan, mereka hidup sebagai budak dari orang-orang kuat, budak penjajah, budak para hakim; dirampas kekuatan mereka, dihabiskan kekuatan mereka, dikotori kehormatan mereka dan dihilangkan kemerdekaan mereka... Sesungguhnya sebagian besar umat Islam dalam kelalaian yang mematikan. Mereka lalai terhadap agama mereka, lalai terhadap dunia mereka bahkan lalai terhadap diri mereka sendiri.”
Kenyataan di atas seakan-akan merupakan keharusan yang tak dapat ditolak oleh masyarakat Islam maupun oleh masyarakat pada umumnya. Kemajuan yang telah dicapai oleh manusia moderen masa kini mau tak mau “bergesekan” dengan berbagai pranata dan doktrin yang dimiliki oleh komunitas manapun. Sulit dibayangkan untuk menghindari arus pertumbuhan peradaban saat ini, kecuali bagi masyarakat yang masih mengisolasi diri. Dari hal tersebut tampak bagaimana lika-liku yang dihadapi Islam sepanjang sejarah di seluruh dunia.
Islam di Indonesia juga mengalami kenyataan serupa. Baru pada awal abad ke-20 mulai terlihat usaha untuk bangkit dari kelumpuhan tersebut sebagai panggilan hati untuk membebaskan diri dari cengkraman penjajah. Dilihat dari segi ini maka motif utama adanya gerakan Islam di Indonesia lebih bersifat politik dan ekonomi. Karena dengan kemandirian di bidang tersebut selanjutnya dapat memikirkan aspek-aspek penting lainnya. Kenyataan ini antara lain dengan lahirnya berbagai organisasi ekonomi, sosial, dan politik yang bernapaskan Islam.
Manakala aset-aset ekonomi makin jauh dari jangkauan umat Islam maka kondisi umat yang berada kemiskinan struktural tersebut menjadi beban dan memerlukan pemecahan, sesuai dengan prinsip Islam. Makin akut kemiskinan yang diderita makin memerlukan perhatian, menyita berbagai potensi, sehingga mengganggu jalannya gerakan kultural. Masyarakat yang miskin ini, sesuai dengan wataknya, tidak sempat memikirkan ke hal-hal yang muluk-muluk. Mereka hanya menuntut makan atau apa pun kebutuhan pokok yang paling mendesak. Inilah ancaman internal umat Islam Indonesia.
Dalam situasi lemah bagaimanapun umat Islam tidak boleh pasif, apalagi pasrah. Di dalam Al-Qur’an (QS 13:11) Allah SWT menjanjikan tidak akan mengubah nasib suatu kaum tanpa inisiatif kaum itu sendiri. Dengan demikian, umat Islam dituntut aktif dan optimis dalam menatap masa depan dan tidak mudah menyerah dengan keadaan. Transformasi sosial Islam hendaknya dikondisikan dan dilaksanakan oleh umat Islam sendiri atas dasar panggilan hati nurani serta manifestasi dari upaya mengaktualisasikan misi Islam untuk kemanusiaan.
Pengulas : Miftahul Arifin

Comments

Popular Posts

Sikap Seorang Pemimpin

Pengalaman Investasi di P2P Lending Syariah

Ulasan Buku “Master Your Time Master Your Life” : Strategi Jitu Mengatur Waktu