Pendidikan Keteladanan Dimulai dari Kita
Dekadensi moral
yang terjadi pada anak-anak muda Indonesia bukan lagi hal yang tabu. Tawuran
yang sebegitu mudah meledak, maraknya konsumsi zat-zat adiktif oleh anak-anak
muda, serta pergaulan bebas pada sebagian anak muda. Pergeseran moral yang
terjadi merupakan buah hasil pendidikan yang belum sepenuhnya mengetuk
jiwa-jiwa muda.
Salah satu
bentuk pergeseran moral yang sedang marak terjadi yakni kasus bullying di antara remaja. Baru-baru ini
Januari 2017 lalu dikarenakan tindakan bullying
telah memakan korban jiwa yakni tewasnya pemuda dari STIP. Kasus-kasus bullying kerap kali terjadi diawali
dengan rasa tidak senang, pelecehan, ataupun pengucilan.
Bentuk perilaku bullying juga merupakan pergeseran moral
yang tidak baik. Dalam artian KBBI moral berarti ajaran tentang baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan
susila. Pada kasus bullying yang
telah disebutkan memberikan contoh nyata bahwa telah terjadi penurunan akhlak
dan perbuatan yang baik pada sebagian anak muda.
Krisis moral anak
muda harus segera dihentikan karena akan berdampak serius pada eksistensi
bangsa. Lebih jauh lagi krisis moral mampu menenggelamkan suatu peradaban,
seperti diungkapkan dalam sebuah riset penelitian sejarawan Arnold Toynbee. Ia
meneliti lebih dari 21 peradaban yang ada dunia, kemudian ia mendapat hasil
yang mengejutkan. Diketahui bahwa 19 dari 21 peradaban tersebut runtuh bukan karena
faktor dari luar namun dari dalam yakni
kerusakan moral di dalamnya.
Penanganan terhadap
krisis moral mesti dilakukan sejak dini. Masa muda khususnya remaja adalah masa
rentan dalam pencarian identitas diri. Mereka cenderung melakukan hal-hal baru
menurut pandangannya ataupun mencontoh yang dilihatnya. Masa-masa rentan inilah
menjadi perubahan besar dalam psikologi dan perilaku remaja. Lingkungan salah
satu faktor yang juga membentuk jati diri seorang remaja. Belajar dari apa yang
mereka lihat, dengar, dan contoh perbuatan dari orang lain.
Dr Ramin
Mojtabai, peneliti dari Johns Hopkins University, Baltimore, melakukan survei
kepada lebih dari 172.000 remaja dan 179.000 dewasa muda. Ditemukan bahwa
prevalensi kasus depresi pada remaja dan dewasa muda meningkat dalam 10 tahun
terakhir. Hasil studi menyebut remaja dengan usia 12 hingga 17 tahun mengalami
peningkatan prevalensi, dari sebelumnya 8,7 persen pada tahun 2005 menjadi 11,3
persen pada 2014. Untuk kategori dewasa muda dengan usia 18 hingga 25 tahun,
peningkatan juga terjadi meskipun lebih rendah, dari 8,8 persen pada 2005
menjadi 9,6 persen pada 2014.
Berdasarkan
penelitian tersebut kelabilan emosi remaja menyebabkan tingkat depresi yang
lebih tinggi pada 10 tahun terakhir. Reaktivitas emosi yakni emosi yang tinggi
dan sulit dikontrol menjadi penyebab dalam peningkatan depresi dalam remaja.
Oleh karena itu perlu adanya kontrol pada emosi remaja yang mudah reaktif.
Sosok teladan
mutlak diperlukan bagi remaja. Secara alamiah manusia belajar dari respon
indra-indranya. Apa yang dilihat, didengar, diraba, dan dirasa masuk sebagai
sebuah memori. Bagi seorang remaja dengan emosi yang masih labil, besar
kemungkinan meniru apa yang telah dicontohkan orang lain dan tidak berpikir
panjang seperti kasus bullying. Dengan
begitu remaja perlu memiliki sosok teladan yang diunggulkan dan mengarahkan
setiap individu, yakni sosok yang menjadi panutan dalam kehidupannya melalui
pendidikan keteladanan.
Pendidikan keteladanan
yaitu mengenalkan pada setiap individu kepada sosok teladan yang baik dan ingin
mereka ikuti. Selanjutnya pendidikan tersebut menjadikan setiap individu
memegang minimal satu contoh sosok teladan dalam kehidupannya. Setiap individu
mesti mengenal baik dengan sosok teladan yang ingin ia ketahui.
Pendidikan keteladanan
yang baik adalah meneladani sosok nyata yang berada di sekitar individu
tersebut seperti guru, orang tua, tokoh masyarkat, teman dan keluarga. Pada
umumnya remaja dan anak-anak secara alamiah mencontoh perilaku yang berada di
lingkungannya sehingga peran setiap orang disekitarnya menjadi sangat penting
mencontohkan hal-hal yang baik.
Rantai krisis
moral ini harus segera diputus dengan pertama kali memperbaiki diri akhlak dan
etika setiap dari kita agar menjadi teladan yang baik bagi semua orang di
sekitar kita. Perubahan ini harus dilakukan dimulai dari kesadaran diri memperbaiki akhlak dan etika masing-masing
dari kita, agar menjadi contoh yang baik bagi generasi penerus masa datang.
Sumber gambar : Dokumentasi acara MSTEI Movement 2016
Comments
Post a Comment