Malaikatku
[Bukan Cerpen] Apakah ini fatamorgana
dunia?. Apa ini seperti dikatakan Raja Semesta?. Siapa dia?. Mengapa dia
meneteskan air mata?. Apakah dia malaikatku, seperti dikatakan Raja
Semesta?.
Hai malaikatku, mengapa engkau menangis? Apa yang engkau
tangisi?. Apa arti tangisanmu itu? Sedihkah atau bahagiakah? Sudahlah
malaikatku, janganlah terus menangis. Raja semesta
bilang engkaulah sang penyayang dan pengasih.
Aku ingin bicara denganmu malaikatku. Namun telinga ini
menangkap sesuatu yang tidak aku mengerti. Mulut ini seakan tak sinkron dengan
perintahku. Aku hanya bisa melihat. Yang ku mengerti hanya lewat mata ini
termasuk engkau malaikatku.
Engkau tahu malaikatku? Dunia ini
sangatlah indah. Segalanya menarik. Aku ingin memegang, meraba, dan merasakan segalanya. Raja Semesta
bilang setiap benda di dunia ini punya nama. Aku tak tahu berapa banyak pastinya, mungkin jutaan
atau milyaran. Pasti sangat melelahkan memegang, merasakan, dan menghapal
semuanya. Namun aku ingin mengenal dunia ini lebih banyak.
Engkau tahu malaikatku? Sebelum aku tiba di dunia ini,
aku telah berbicara dengan Raja Semesta. Ketika aku tiba, akan bertemu
malaikat paling peduli dan menyayangiku mungkin itulah engkau. Namun Raja
Semesta juga berpesan tentang hidup di dunia nanti. Aku takut pesan ini akan
lupa. Untuk itu aku tuliskan dalam alam bawah sadarku agar engkau juga tahu,
wahai malaikatku!.
“Hai malaikatku, berhati-hatilah apa yang disebut dunia. Sejatinya dunia
itu tak bernilai. Namun kalimat Tuhanmu lebih bernilai dari
dunia dan seisinya.
Hai malaikatku, janganlah terbuai apa yang disebut harta dan tahta.
Sejatinya itu tak bernilai apa-apa.
Hai malaikatku, pergunakanlah apa yang disebut waktu sebaik mungkin. Engkau
takkan tahu apa yang disebut mati akan datang.
Hai malaikatku, janganlah lalai apa yang disebut saudara.
Sayangilah mereka, jagalah ketika sakit, hiburlah ketika sedih, uruslah ketika
mati, dan doakanlah kebaikan.
Hai malaikatku, jangan lupakan apa yang disebut orangtua. Kasih sayangilah
mereka, uruslah ketika telah renta.
Wahai malakatku, masih banyak pesan dari Raja Semesta. Namun setelah tiba
di dunia ini, ingatanku kian memudar.”
***
Waktu kian berlalu, aku semakin tahu
siapakah malaikatku. Raja Semesta benar, malaikatku adalah
seperti Dia katakan. Tangisnya dulu adalah sebuah kebahagiaan. Malaikatku
selalu tersenyum padaku. Menciumku penuh kasih sayang dan
memanjakanku dengan lembut. Bahkan saat aku merasa tak nyaman, malaikatku tetap
tersenyum hingga aku tenang kembali.
Aku baru tiba di dunia ini. Aku bahkan belum tahu apa
fungsi semua yang kumiliki. Aku ingin menjelajahi dunia ini, mengenal lebih
banyak. Namun tubuhku tak mau menuruti perintahku. Dialah, malaikatku, yang
selalu menemaniku menjelajahi dunia. Menemukan hal-hal menarik.
Aku punya panggilan baru untuk malaikatku, Mama. Nama itu
mudah diucapkan. Entah dari mana asalnya tiba-tiba saja terlewat di pikiranku.
Semakin aku tahu, Mama tidak sendiri. Ada malaikat yang selalu
menemani Mama. Aku beri nama, Papa. Aku hidup
nyaman diantara keduanya.
Semakin berlalunya waktu, aku kini bisa menjelajahi dunia
sendiri. Tangan dan kakiku semakin kuat. Aku bisa menopang tubuhku sendiri.
Menjelajahi dunia itu mengasyikkan. Aku tak henti-hentinya berjalan, menemukan
sesuatu yang menarik.
Suatu saat aku bertemu dengan teman. Aku panggil dia
Teddy. Tak beda jauh dariku. Namun dia lebih lincah. Dia tahu segala hal.
Mengajakku berkeliling dunia. Namun dia terlalu lincah hingga aku sering
ketinggalan.
Aku bermain
dengan Teddy setiap saat. Ku ingin mengenalkan teman baruku pada Mama Papa.
Namun kalian malah menatap kosong, seolah ku hanya bermain sendiri. Entahlah,
yang terpenting aku punya teman baru.
Saat menemukan
sesuatu yang menarik. Teddy menjelaskan dengan detil. Entah darimana dia bisa tahu segala hal. Aku semakin penasaran. Aku menanyakan
setiap yang ku temui. Seperti aku menemukan makhluk kecil, berwarna hitam, dan
berkaki banyak. Aku penasaran untuk apa makhluk itu diciptakan. Bukankah Raja
Semesta menciptakan segala hal. Namun untuk apakah makhluk itu.
Teddy menarik
napas bersiap menjawab, “Makhluk itu bernama semut. Kau tahu bahwa
Tuhanmu mengangkat derajat semut hingga diabadikan dalam Kalamullah, An Naml.
Tuhanmu pasti punya maksud dalam menciptakan sesuatu.
Semut, kau tahu
banyak yang dapat dipelajari dari makhluk mungil itu. Semut adalah pekerja
keras. Setiap semut punya tugas berbeda-beda. Ada yang sebagai ratu, prajurit,
dan pencari makan. Namun tak sekalipun lelah. Semut memenuhi tugasnya hingga
mati. Nah sekarang apa kau mengerti apa yang bisa
dipetik dari semut?, ” Teddy bertanya.
“Ehm,” aku berpikir sejenak, “Sebagai manusia
harus ikhlas dalam bekerja. Lelah takkan terasa jika ikhlas telah tertanam
dalam hati.”
Teddy
mengangukkan kepala, “Benar sekali sobat, hidupmu di dunia sejatinya sebentar
saja. Tapi kau akan merasa hidupmu lama jika terus mengeluh. Mengeluh itu tak berarti. Jalanilah dengan keikhlasan maka kau akan merasa hidupmu berarti.”
Aku semakin
mengerti, bahwa setiap sesuatu di dunia ini pasti ada maksudnya.
***
Hari itu Teddy
menghilang entah kemana. Padahal setiap saat dia selalu menemaniku. Selang
semalam aku sakit keras. Badanku panas dari kepala hingga kaki. Mama Papa
sangat cemas. Wajah senyum mereka perlahan pudar oleh kecemasan.
Papa Mama membawaku
kemana-mana. Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhku. Yang aku
rasakan tubuhku semakin lemah. Aku tak kuat lagi menjelajahi dunia. Tak ada
juga sahabatku, Teddy.
Tujuh hari tujuh
malam, tubuhku semakin parah. Tubuhku menguning bahkan pengelihatanku juga
menguning. Wajah kecemasan terlihat jelas pada Mama. Dia selalu berada di
sisiku dimanapun dan kapanpun. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku ingin
menghibur mama. Aku tak tahan lagi melihat air mata Mama berlinang.
Malam itu, aku
tak bisa merasakan kakiku. Tubuhku terasa dingin yang hebat. Mama memelukku
terus. Apakah ini yang disebut kematian?. Aku sudah bahagia hidup di dunia
walaupun terasa singkat. Aku tak mengerti mengapa banyak manusia hidup putus
asa. Aku ingin hidup di dunia lebih lama lagi. Namun bukankah kematian sudah
ditetapkan Raja Semesta?. Aku tak bisa menghindar kalau memang takdirku sudah
begini. Aku sudah bahagia bertemu sahabat dan malaikatku. Aku siap mati kalau memang waktuku. Pelukan mama semakin erat. Kesedihannya begitu mendalam. Air matanya tak
terbendung lagi.
…
…
Perlahan tubuhku
yang kaku berubah, aku bisa merasakan sentuhan lagi.
Penglihatanku yang memburam, makin jelas kembali. Apakah ini kematian?. Apakah
ini kehidupan setelah dunia?. Penglihatanku semakin jelas. Aku menangkap sosok Mama tersenyum
bahagia. Air mata kesedihan kini berubah menjadi kebahagian. Mungkin belum
saatnya aku mati. Raja Semesta masih memberi kesempatan untuk menjelajahi dunia
ini lagi. Aku ingin menjadi berguna, karena aku tahu setiap ciptaan Raja
Semesta ada maksudnya.
“Tak peduli bagaimana orang lain
memandangmu. Engkau tetaplah malaikatku.”
oleh Miftahul
Arifin 07/10/15
Kelas Menulis Fiksi AKSARA
Comments
Post a Comment